BOGOR JAWA BARAT -
Kebaikan dunia dan akhirat terdapat dalam lima perkara; kaya hati, tidak menyakiti orang, mencari rezeki halal, bertakwa dan berkeyakinan kuat kepada Allah dalam segala keadaan.”
Bertaqwa ini penjabarannya ‘amat sangat luas’ meliputi 2/3 Al Quran (generasi Peradaban Atlantis, generasi Ratu Shima, generasi ‘Transformasi Total’ Raden Patah, Syekh Yusuf, Mbah Kyai Soleh Darat, RA Kartini, Syekhuna Cholil, Pangeran Diponegoro, HOS Cokroaminoto, Hadatussyekh Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, ‘Bung Karno – Founding Fathers’, Kiageng Suryomentaram, Kihajar Dewantoro, Gus Dur, Tuan Guru Sekumpul, Hadratussyekh Asrori Usman, Prof Dr Soedjatmoko, Cak Nur, Datuk Sri Mahatir Muhammad, Emha Ainun Nadjib dkk).
Bila dirumuskan akan mengkristal pada nilai - nilai universal Pancasila (UUD45 Asli), pandangan dunia ‘Jujur dan Adil’, ajaran diversity/ litaarofu Bhinneka Tunggal Ika yang sama dengan filosofi Haji “Semua Satu, Satu Semua”, Teologi Pembebasan Bangsa “Marhaenisme Plus” selaras dengan perkembangan Iptek yang pesat, tujuan ‘masyarakat – negara – bangsa Gotong Royong yang Egaliter – Berkeadilan’ dst.
Nilai-nilai Universal Pancasila yang adalah “Apinya Islam” (Bung Karno), dan selaras sesuai dengan ajaran-ajaran universal Islam (tokoh-tokoh nasional, regional dan internasional).
Dilengkapi dengan nubuah Gus Dur: “Isi NKRI, nilai - nilai universal Pancasila (UUD45 Asli), pandangan dunia “Jujur dan Adil”, ajaran Bhinneka Tunggal Ika dst, dengan ajaran - ajaran universal Islam, dengan secara legal formal tidak harus berbentuk negara Islam.”
Melalui Win-win Solution “Nilai-nilai universal Pancasila umat Islam dan elemen - elemen bangsa lain akan berbahagia sentosa berlandaskan spritualitas kesejatian berbasis peradaban Esoteris/ Berdasar Ruh Nusantara Indonesia.
Cuma memang amat kita sayangkan, nilai - nilai universal Pancasila baru simbol, belum pada fungsi-fungsi kelembagaan/ institusional pada segala bidang di realitas kehidupan yang berkeadaban (terutama pada bidang sosial, politik, budaya, kebangsaan, ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dst). “Pancasila belum ada manifesnya – senyatanya, ” tutur Budayawan Sujiwo Tejo.
Justru nilai-nilai aktual/ actual values yang berkembang di ruang publik adalah materialisme – pemilik modal menguasai ekonomi - pragmatisme oportunis (munafik) – nekolim neolib dikuasainya pasar lokal - global - individualisme – hedonisme narsisme dst, yang bertentangan dengan haluan Landasan Idealitas “Bung Karno dan Founding Fathers”.
Konon, sejak Amandemen UUD45 Pesanan 2002 (Prof Dr Sofian Effendi), nilai-nilai universal Pancasila telah dikhianati dan diingkari (Bung Prihandoyo Kuswanto, Jendral Purn Tiasno Sudarno).
Kita mesti mengubah paradigma, menyadari betapa realitas materi – fisik dan tubuh semesta, hanyalah sebagian kecil dari realitas sejatinya.
Realitas materi – tubuh semesta hanya 2% (belum jika dilihat dari lorong-lorong waktu sejarah/time tunnel), dibanding dengan realitas sejati Cahaya Kuantum yang 98?ri Realitas (diakui oleh seluruh fisikawan dan ahli kuantum di seluruh dunia).
Seperti fenomena Terkuaknya Teleportase, Black Hole, Segitiga Bermuda, Partikel Tuhan dst.
Memang dari pandangan Transenden/Kacamata Tuhan YME, bumi tempat kita bertempat di galaksi Bima Sakti tak terlihat dengan mata lahiriyah kepala, sebesar atom.
“Bila kita bisa melakukan Transformasi Kuantum di bidang sosial, politik, budaya, hukum, ekonomi kerakyatan yang berkeadilan dst, tentu akan terjadi perubahan yang mendasar di Indonesia maupun dunia. Dengan koherensi – menyelaraskan antara pikiran, rasa hati dan perbuatan nyata. Yang menurut filosofi Pendidikan Kihajar Dewantoro, ‘Ngerti, Ngroso dan Nglakoni’ “, tutur Dr Kun Wardhana Abiyoto, Ahli Fisika Quantum Internasional yang mendapat penghargaan & Doktor Honoris Causa dari menteri Perancis dan Inggris.
Islam dengan Pancasila Secara Universal dengan Sendirinya Bisa Beraktualisai.(**)
Oleh Riky Pratama.
Baca juga:
Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
|